Kumpulan Nasehat dan Motivasi Hidup Sukses | Belajar dari kehidupan | Belajar bisa dimana dan kapan saja | Belajar tidak harus di sekolah | Belajar itu WAJIB | Tips Belajar | Rahasia Belajar | Belajar yang Menyenangkan dan Berprestasi | Persahabatan – Cinta – Kehidupan – Nasehat – Motivasi – Inspirasi – Akhlak Mulia |
Selasa, 22 Mei 2012
MAHASISWI YANG PENUH SEMANGAT MENCARI ILMU,TETAP MENJALANKAN SYARIAT MESKI HARUS MEMULUNG.
Senin, 07 Mei 2012
BUAT KAMU YANG BIASA MANDI BARENG SESAMA COWOK OR SESAMA CEWEK!
Alkisah banyak banget yang mandi bareng karena kamar mandi dikit, tapi yang antre banyak,
Ketika ditanya, “Lho kok mandi bareng”
Dia bilang, “Halah podho lanange ae lo. Ora kolu...”
Tapi Rasul bersabda
لا يخرج الرجلان يضربان الغائط كاشفان عورتهما يتحدثان فان الله يمقت على ذلك
(Janganlah dua orang laki-laki membuang hajat dengan membuka auratnya dan saling bercakap-cakap, karena Allah amat benci akan hal itu) (Ahmad)
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
(Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan janganlah perempuan melihat aurat wanita lain) (Muslim)
Solusinya gimana? Boleh saja mandi bareng, asal tetap dijaga auratnya. Atau kalo pengen aman, ya bangunnya pagi-pagi bener selagi yang lain masih tidur kita mandi duluan.
Trus gimana kalo renang? Kan biasanya cowok tu cuma pake celana pendek aja?
Ya renangnya pake celana yang menutupi antara pusar sampai lutut.
Sabtu, 05 Mei 2012
Menjawab Polemik seputar Hukum memenuhi Undangan
Hukum memenuhi undangan
Bismillahirrahmanirrahim
Hukum memenuhi undangan walimah adalah wajib.
Dalilnya sbb;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
[صحيح مسلم 7/ 289]
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw bersabda,
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, orang yang akan datang (orang miskin) tidak diundang, tetapi orang yang tidak akan datang (orang kaya) malah diundang. Barang siapa yang tidak memenuhi undangan walimah, sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.”
Sedangkan selain walimah, maka itu tidaklah wajib dengan alasan:
- Perintah mendatangi undangan selain walimah itu hanya Muthlaqul amr, tidak ada qorinah jazm
- Qorinah jazm hanya ada pada undangan walimah
- Rasul pernah menolak undangan
- Ada kasus-kasus shahabat diundang menolak datang
Contoh rasul tidak menyambut undangan;
عن أبي زَيدٍ أُسَامَةَ بنِ زيدِ بنِ حارثةَ مَوْلَى رسولِ الله - صلى الله عليه وسلم - وحِبِّه وابنِ حبِّه رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : أرْسَلَتْ بنْتُ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - إنَّ ابْني قَد احْتُضِرَ فَاشْهَدنَا ، فَأَرْسَلَ يُقْرىءُ السَّلامَ ، ويقُولُ : (( إنَّ لله مَا أخَذَ وَلَهُ مَا أعطَى وَكُلُّ شَيءٍ عِندَهُ بِأجَلٍ مُسَمًّى فَلتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ )) فَأَرسَلَتْ إِلَيْهِ تُقْسِمُ عَلَيهِ لَيَأتِينَّهَا . فقامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابتٍ ، وَرجَالٌ - رضي الله عنهم - ، فَرُفعَ إِلَى رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - الصَّبيُّ ، فَأقْعَدَهُ في حِجْرِهِ وَنَفْسُهُ تَقَعْقَعُ ، فَفَاضَتْ عَينَاهُ فَقالَ سَعدٌ : يَا رسولَ الله ، مَا هَذَا ؟ فَقالَ : (( هذِهِ رَحمَةٌ جَعَلَها اللهُ تَعَالَى في قُلُوبِ عِبَادِهِ )) وفي رواية : (( فِي قُلُوبِ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ ، وَإِنَّما يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبادِهِ الرُّحَماءَ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
وَمَعنَى (( تَقَعْقَعُ )) : تَتَحرَّكُ وتَضْطَربُ .
[رياض الصالحين (تحقيق الدكتور الفحل) 1/ 42]
Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah, maula Rasulullah saw dan kesayangannya ia berkata, “Putri Rasulullah meminta Rasulullah untuk datang (sambil membawa berita) ‘Sesungguhnya putraku dalam keadaan sakaratul maut, maka hadirlah diantara kami’. Maka Rasulullah mengirim (utusan untuk) menyampaikan salam (tetapi belum berkenan datang disertai dengan pesan) ‘Sesungguhnya menjadi hak Allah apa yang Dia ambil, dan dan menjadi hakNya pula lah apa yang telah Dia berikan. Segala sesuatu di sisiNya telah ditetapkan ajalnya, maka hendaklah ia tabah dan mengharap pahala.’ Kemudian putrinya mengirim (utusan lagi untuk memohon) dengan bersumpah agar beliau mau mendatanginya. Lalu beliau datang bersama Sa’ad bin ‘Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan beberapa orang laki-laki. Kemudian anak itu diserahkan kepada Rasulullah, dan beliau mendudukkannya di atas pangkuan, sementara nafasnya tidak beratur. Maka berlinanglah air mata beliau. Sa’ad berkata, ‘Ya Rasul, mengapa engkau menangis?’ Beliau berkata, ‘Ini adalah bentuk kasih sayang yang disematkan Allah di dalam hati hamba-hambaNya.’ Dalam suatu riwayat dikatakan ‘dalam hati siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambaNya, Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang.”
Seandainya permintaan datang wajib dilakukan maka seharusnya nabi langsung datang tanpa perlu permintaan yg sangat dari putrinya.
Contoh shahabat menolak permintaan datang;
عن محمد بن الزبير الحنظلي حدثني مولى زياد قال : أرسلني زياد إلى حجر بن عدي و يقال فيه : ابن الأدبر فأبى أن يأتيه ثم أعادني الثانية فأبي أن يأتيه قال : فأرسل إليه أني أحذرك أن تركب أعجاز أمور هلك من ركب صدورها
dari Muhammad bin az-Zubair al-Handholi, “Maula Ziyad bercerita kepadaku seraya berkata, ‘Ziyad mengutusku (untuk mendatangi/mengundang datang) ke Hujr bin Adi , -versi lain nama beliau adalah ibnu Al Adbr-, namun ia (Hujr bin Adi) menolak untuk mendatanginya (mendatangi ziyad, memenuhi undangannya), kemudian Ziyad mengutusku kembali untuk kedua kalinya, namun Hujr tetap menolak untuk datang.’ Ia berkata, ‘Maka Hujr mengirim (utusan sambil membawa pesan) kepadanya (ziyad); aku memperingatkanmu untuk terlibat pada suatu perkara, yaitu perkara yang membuat orang yang terjun ke dalamnya akan binasa.’”
[المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص 3/ 531]
عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ ، أَنَّ عَلِيًّا أَرْسَلَ إِلَى مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ أَنْ يَأْتِيَهُ ، فَأَرْسَلَ إلَيْهِ ، وَقَالَ : إِنْ هُوَ لَمْ يَأْتِنِي فَاحْمِلُوهُ ، فَأَتَوْهُ فَأَبَى أَنْ يَأْتِيَهُ ، فَقَالُوا : إنَّا قَدْ أُمِرْنَا إِنْ لَمْ تَأْتِهِ أَنْ نَحْمِلَك حَتَّى نَأْتِيَهُ بِكَ ، قَالَ : ارْجِعُوا إلَيْهِ فَقُولُوا لَهُ : إِنَّ ابْنَ عَمِّكَ وَخَلِيلِي عَهِدَ إلَيَّ ، أَنَّهُ سَتَكُونُ فِتْنَةٌ وَفُرْقَةٌ وَاخْتِلاَفٌ ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَاجْلِسْ فِي بَيْتِكَ وَاكْسِرْ سَيْفَك حَتَّى تَأْتِيَك مَنِيَّةٌ قَاضِيَةٌ ، أَوْ يَدٌ خَاطِئَةٌ ، فَاتَّقِ اللَّهَ يَا عَلِيُّ وَلاَ تَكُنْ تِلْكَ الْيَدَ الْخَاطِئَةَ ، فَأَتَوْهُ فَأَخْبَرُوهُ ، فَقَالَ : دَعُوهُ.
[مصنف ابن أبي شيبة 15/ 50]
Dari Ali bin Zaid, bahwasanya Ali mengundang Muhammad bin Maslamah untuk mendatanginya, maka Alipun mengutus (utusan tersebut). Ali berpesan, “Jika ia tak mendatangiku, maka bawalah (dengan paksa) dia.” Maka mereka mereka mendatangi Muhammad bin Maslamah,tp ternyata beliaun menolak mendatangi Ali. Maka mereka (para utusan Ali itu) berkata, “Sesungguhnya kami diperintahkan, jika engkau tidak mendatanginya, agar kami membawamu (dengan paksa) kepadanya sehingga kami mendatangi Ali denganmu.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Kembalilah kepadanya dan katakan kepadanya; sesungguhnya Putra pamanmu yang juga kekasihku – maksudnya Rasulullah – telah berpesan dan memberi amanah kepadaku bahwa sanya akan ada fitnah, perpecahan dan perselisihan.” Jika masa itu terjadi, maka diamlah di rumahmu, dan patahkanlah pedangmu sampai ajal menemuimu atau tangan yang bersalah (yang membunuhmu), dan bertakwalah kepada Allah wahai Ali, janganlah menjadi tangan yang salah itu Lalu mereka kembali kepada Ali dan menceritakan kepadanya (apa yang telah terjadi). Ali berkata, “Biarkanlah dia.”
Tentang perintah menghadiri undangan secara mutlak pada hadits berikut;
صحيح مسلم - (ج 7 / ص 281)
عن نافع أن ابن عمر كان يقول عن النبي صلى الله عليه وسلم : إذا دعا أحدكم أخاه فليجب عرسا كان أو نحوه
Dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah saw, “Jika salah seorang di antara kalian mengundang saudaranya, hendaklah ia mendatanginya, baik walimah nikah maupun selainnya.”
Maka itu baru mencapai level muthlaqul amr, belum ada qorinah jazm. Suatu perintah belum bisa dijadikan dasar untuk menentukan status hukum sebelum ada qorinah.
Misalnya perintah Allah;
{فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ} [البقرة: 187]
“Maka sekarang gaulilah mereka.”
Ayat di atas memakai shighat perintah. Tapi keliru jika dengan alasan ayat ini lalu menyimpulkan menjimaki istri difahami wajib.
Shighat amr belum tentu bermakna wajib.
Tentang hadis yg mengandung makna tajibu, yaitu hadis;
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خمس تجب للمسلم على أخيه رد السلام وتشميت العاطس وإجابة الدعوة وعيادة المريض واتباع الجنائز
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw berkata, “Ada lima perkara yang wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya; menjawab salam, menjawab orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit, dan mengantar jenazah.”
maka kata tajibu itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menyatakan kewajibannya. Karena lafadz wajaba-yajibu-wajibun yang kita bicarakan adalah istilah ushul fikih, sementara di masa Rasulullah belum dirumuskan istilah ushul fikih. Jadi merupakan kekeliruan besar memahami hadits nabi dengan istilah ushul fiqih.
Itu sama dengan menerjemahkan lafadz sayyaroh pada ayat;
{وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ} [يوسف: 19]
“Kemudian datanglah kelompok musafir, lalu mereka menyuruh seseorang pengambil air, maka ia menurunkan timbanya.”
Apakah bisa sayyaroh dimaknai dengan makna Mobil, padahal di zaman nabi Yusuf belum ada mobil?
Sayyaroh bermakna mobil adalah istilah zaman sekarang.
Maka tidak boleh memahami nash dengan istilah sesudah zaman nabi.
Memahami nash itu harus dengan makna syara, atau makna ‘urf zaman nabi, atau makna bahasa.
Untuk kasus tajibu pada hadis di atas, maka lebih tepat dimaknai dengan makna bahasa yang mengarah pada makna "Ta'kid istihbab" (tekanan hukum sunnah/mandub)sebagaimana penjelasan para fuqoha.
Ini sama persis dengan hadis yang menyatakan perintah mandi shalat jumat berikut;
عن أبي سعيد قال : أشهد على رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال
«الغسل يوم الجمعة واجب على كل محتلم، وأن يَسْتنَّ، وأن يمسَّ طيباً إن وجد» رواه البخاري
Abu Sa’id berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap laki-laki yang telah bermimpi (baligh), begitu pula menyikat gigi, dan menggunakan wewangian jika ia mendapatinya.”
Meski ada kata wajib, tetapi maknanya bukan makna istilah ushul fikih, namun ta'kid istihbab saja. Buktinya nabi mengatakan dalam hadis lain,mandi shalat jumat itu afdhol saja.
Misalnya hadis; عن سَمُرَة بن جندب قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - «من توضأ يوم الجمعة فبها ونعمت، ومن اغتسل فهو أفضل» رواه أحمد وأبو داود والنَّسائي وابن خُزَيمة. ورواه التِّرمذي وحسَّنه.
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa berwudhu pada
hari Jumat, maka itu sudah cukup dan baik. Dan barangsiapa yang mandi, maka itu lebih utama.”
Utsman bin affan juga pernah shalat jumat tanpa mandi. Misalnya riwayat;
عن ابن عمر «أن عمر بن الخطاب بينما هو قائم في الخطبة يوم الجمعة، إذ دخل رجل من المهاجرين الأوَّلين من أصحاب النبي- صلى الله عليه وسلم - فناداه عمر: أية ساعة هذه؟ قال: إني شُغلت فلم أنقلب إلى أهلي حتى سمعت التأذين، فلم أزد أن توضأت، فقال: والوضوء أيضاً؟ وقد علمتَ أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - كان يأمر بالغسل» رواه البخاري ومسلم وأحمد والتِّرمذي ومالك.
Dari ibnu Umar, bahwasanya Umar bin al-Khaththab ketika ia berdiri dalam khuthbahnya pada hari Jumat, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang termasuk dari muhajirin senior dan juga sahabat Rasul, kemudian Umar menyerunya, “Jam berapa ini (kok anda begitu terlambat menghadiri shalat jum'at)?” Laki-laki tadi berkata, “Saya sibuk, begitu aku pulang ke rumah ternyata sudah Adzan (jum'at). Lalu saya hanya wudhu saja.” Umar berkata, “Cuma berWudhu? Bukankah Rasulullah telah memerintahkan untuk mandi?”
Namun demikian, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh undangan adalah wajib, adalah pendapat yang islami. Sah-sah saja bagi seseorang untuk mengikuti atau sepakat dengan ijtihad tersebut. Namun fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahwa pendapat tersebut adalah pendapat minoritas, tidak popular dan tidak diikuti oleh banyak ulama. Ibnu Hazm misalnya, adalah madzhab yang sekarang telah mati, karena ijtihad-ijtihad yg kering. Kalaupun ada yg mengikuti madzhab dhohiri, hanya person satu dua mungkin. Assyaukani dan al-mubarokfuri misalnya, keulamaan tidak sampai level membentuk madzhab.
Wallahu a’lamu bis-shawab
Sabtu, 28 Januari 2012
Rukun Islam
Rukun Islam
الحـديث الثالث
HADITS KETIGA
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
[رواه الترمذي ومسلم ]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.
(Riwayat Turmuzi dan Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak diatas tiang-tiang yang mantap.
Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaannya, membenarkan kenabian Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.
Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang syarat-syarat wajibnya zakat sudah ada pada mereka lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
Wajibnya menunaikan ibadah haji dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.
Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.
Nash diatas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“ Iman itu terdapat tujuh puluh lebih cabang “
Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal .
Iman, Islam, dan Ihsan
الحـديث الثاني
HADITS KEDUA
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
[رواه مسلم]
Arti hadits / ترجمة الحديث :
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.
(Riwayat Muslim)
Catatan :
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
Ikhlas
Ikhlas
الحــديث الأول
HADITS PERTAMA
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / الفوائد من الحديث :
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.
Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.